Sabtu, 16 Maret 2013

Editorial 31

Kekerasan Polisi
Polisi itu adalah badan pemerintahan yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum. Karenanya, betapa terhormat dan mulianya polisi bagi keseluruhan masyarakat bangsa ini bila murni ditilik dari makna yang terkandung dari kata polisi.
Tapi, apa yang terjadi dengan Polisi Republik Indonesia (Polri)? Jawabnya,
banyak anggota Polri yang dicercah dan dibenci, khususnya ketika pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat itu tengah menjalankan tugas negara yang diembannya, sebagimana mestinya bahwa setiap langkah tugas polri telah dituangkan di dalam undang undang dan peraturan tentang Polri.
Sejatinya seseorang anggota Polri harus memiliki nilai lebih dibandingkan dengan masyarakat lainnya, supaya tugas mulia yang diembannya atau keberadaannya sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban umum dapat dijalankannya dengan baik tanpa memunculkan persoalan hukum baru.

Namun, teori tak selamanya selaras dengan praktik, kenyataan di lapangan anggota Polri banyak ditemukan jadi korban kekerasan, dianiaya, bahkan dibunuh serta markasnya pun dibakar dan diporakporandakan bukan hanya oleh masyarakat, tapi juga oleh teman dekatnya sebagai pemelihara keamanan yaitu oleh oknum TNI (Tentara Nasional Indonesia).


Tentu kesemuanya hal tersebut terjadi ada faktor penyebabnya yang di antaranya adalah : kekerasan saat menjalankan tugas, kepentingan yang saling bersinggungan di lapangan, diskriminasi dalam menjalankan tugas sebagai bagian dari aparat penegakan hukum, serta lainnya.


Sejatinya sedikit pun tidak ada niat buruk penulis untuk mencitrakan miring (negatif) oknum anggota polisi, lebih lagi institusi kepolisian dalam editorial ini. Namun merupakan kenyataan yang didapatkan tim redaksi Koran ini di lapangan, bahwa masih banyak anggota Polri dalam menjalankan tugasnya standar ganda berbuah kepada penilaian miring institusi kepolisian.


Seperti pada dua pekan lalu, sumber WANTARA berkeluh kesah menceriterakan, dia harus mengaku sebagai penjahat karena sudah tidak tahan lagi menahan siksaan yang dilakukan oleh anggota polisi Polda Metro Jaya dari Unit 1 Jatanras (kejahatan dan tindak kekerasan).


Memang, yang namanya penjahat kerap harus mendapat siksaan terlebih dahulu, baru kemudian mengakui segala kejahatan yang pernah dilakukannya. Teori ini diduga masih dominan diterapkan oleh petugas kepolisian yang tengah menjalankan tugas Negara yang diembannya. Pastinya, polisi dalam menjalankan tugasnya masih kerap melakukan tindak kekerasan. (R)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berita Terkait